Kamis, 06 September 2012

Kisah Bayu, Pencari yang Memilih Jalan Teror

Berencana merampok toko emas, tapi gagal. Karena ada polisi di sana.

Bayu Setiyono, terduga teroris Solo
Bayu Setiyono, terduga teroris Solo (ANTARA/Reno Esnir)

VIVAnews - Namanya Bayu Setiyono, lahir 15 Maret 1990 di Surakarta, Jawa Tengah. Ia menjadi salah satu tersangka teroris dan berhasil ditangkap hidup-hidup oleh tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror Polri pada Jumat malam 31 Agustus 2012. Dua rekannya, Farhan dan Muchsin, tewas dalam baku-tembak dengan Densus.

Dalam testimoni yang diputar oleh Mabes Polri, Bayu menceritakan kisahnya sampai kemudian menjadi seorang teroris. Ia mengatakan awal mula mengenal jihad dalam Islam adalah tahun 2007. Saat itu, ia bekerja di Pondok Pesantren sehingga mengenal banyak santri. Di tempat tersebut, Bayu mempelajari Islam dan meminta pendampingan.

"Saya ingin mempelajari tentang Islam sebaik-baiknya. Saya ketemu Muchsin dan Firman tahun 2011. Pertama ketemu Firman yang dibicarakan adalah halaqoh (semacam diskusi)," kata Bayu.

Bayu menuturkan kegiatan halaqoh belum dapat berjalan karena Muchsin yang ada di Jakarta belum juga datang ke Solo. Hingga tiga hari kemudian, Muchsin akhirnya tiba, dan mereka pun bertemu di sebuah masjid bernama Al Huda.

"Di situ berempat, saya, Muchsin dan Firman. Satu lagi nggak tahu namanya siapa. Kami merencanakan suatu halafa (sumpah). Pimpinan kami nggak tahu namanya siapa," ujarnya.

Dalam kegiatan itu, kemudian datang seseorang dari Filipina bernama Farhan. Maka dibahaslah rencana perampokan toko emas Mahkota di Pasar Klewer, Solo, dalam rangka mencari dana untuk "perjuangan" mereka.

Mereka menjalankan rencana dan melakukan survei-survei. Sampai kemudian Farhan dan Muchsin mulai menjalankan aksi. Namun sayang, perampokan gagal karena ada petugas polisi di tempat tersebut. "Saat itu, (Farhan) marah-marah, perampokan tidak jadi karena ada polisi," jelasnya.

Kegagalan itu membuat mereka terpaksa bersepakat bahwa dana operasional perjuangan mereka ditanggung bersama. Lagi pula, ada seorang 'ikhwan', mahasiswa teman baik Farhan dan Muchsin yang menjadi donatur. "Namanya saya nggak tahu. Dia salah satu pendukung,"

Dan pada 16 Agustus 2012, Farhan memberikan instruksi untuk melakukan penembakan terhadap polisi. Bayu mengungkapkan alasan mengapa sasaran mereka adalah polisi.

Menurutnya, itu berdasarkan paparan dari salah satu pimpinan mereka yang mengupas sebuah buku karangan seorang ustad bernama Abdurohman. Dalam buku itu, sang ustad memerintahkan pembunuhan aparat polisi karena dinilai sering menzalimi dan menangkapi mereka.

"Yang sedang latihan takrim di satu gunung atau di satu hutan. Dan di situlah dia (polisi) sering menganiaya ikhwan-ikhwan. Makanya di situ pula kami merencanakan pembunuhan seorang polisi. Dan kami membuat pecah Solo seperti  Ambon atau Poso. Di situ pula bisa tegaknya syariat Islam, khalifah, khilafah Islamiah Indonesia," ucapnya. (umi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berbelanjalah Disini